Selasa, 11 Mei 2010

POSMODERNISME

POSMODERNISME
060910101043
Rijalul Akmal

Sadar atau tidak sadar, judul yang tertera di atas mencerminkan arti konkrit dari posmodernisme itu sendiri. Pada umumnya, posmodernisme tidak mengikuti aturan atau kaidah konvensional yang cenderung bersifat baku atau tradisional. Ketika belajar tentang posmodernisme, pasti tak lepas dari beberapa istilah unik, seperti : genealogi, dekonstruksi, tekstual, dsb. Sebagai salah satu turunan atau keterkaitan dengan teori kritis, posmodernisme memberikan nuansa baru dalam mengkaji suatu fenomena dunia. Secara kontekstual, istilah pos yang terlekat dalam posmodernisme menggambarkan adanya penjabaran dan pembedahan dekonstruktif dari apa yang selama ini diyakini banyak orang (common sense). Jika modernisme cenderung mengakui keberadaan manusia secara menyeluruh (baik dari pengetahuan maupun nonakademis), era posmodern justru menkritisi secara tajam pemikiran manusia yang selama ini diyakini kebenarannya (adanya kebenaran relatif). Untuk mengetahui posmodernisme lebih lanjut, ada 6 poin yang akan dijelaskan secara komprehensif, yaitu : gambaran sungkat posmodernisme, genealogi neorealisme, dekonstruksi diplomasi, inter-tekstual hubungan internasional, posmodernisme sebagai anti positivisme, dan landasan ontologis posmodernisme.

Overview Posmodernisme
Posmodernisme terlahir dari beberapa teoritisi sosial yang sebenarnya masih berhubungan dekat dengan teori-teori kritis. Jika teori kritis mendapat sumbangsih dari kelompok filsuf Jerman yang bernama Frankfurt, posmodernisme banyak bersumber dari filsuf Perancis pasca perang yan gmenentang eksistensialisme yang dominan. Beberapa tokoh terkenal yang mempopulerkan posmodernisme adalah Michel Foucault (1926- 1984), Jacques Derrida (1930), Jean-Francois Lyotard, dan Jean Baudrillard. Sebelum menjelaskan posmodernisme, berikut perbedaan mendasar mengenai modern dan posmodern :
Contrast of Modern and Postmodern Thinking
Modern Postmodern
Reasoning From foundation upwards Multiple factors of multiple levels of reasoning. Web-oriented.
Science Universal Optimism Realism of Limitations
Part/Whole Parts comprise the whole The whole is more than the parts
God Acts by violating "natural" laws" or by "immanence" in everything that is Top-Down causation
Language Referential Meaning in social context through usage

Posmodernisme mulai masuk ke dalam kajian studi hubungan internasional pada tahun 1980. Teoritisi posmodern terkemuka di HI bernama Richard Ashley dan Robert B.J Walker. Upaya yang dilaikuakan oleh kaum posmodernis ialah : membuat ilmuwan sadar atas penjara konseptualnya (penjara konseptual bersumber dari modernitas itu sendiri, yang berusaha membawa kemajuan dan kehidupan lebih baik), membuang keraguan dalam kepercayaan modern bahwa ada pengetahuan obyektif atas fenomena sosial. Posmodern juga dijelaskan sebagai ‘ketidakpercayaan menuju metanaratif’. Metanaratif berarti pemikiran seperti neorealisme atau neoliberalisme yang menyatakan telah menemukan kebenaran tentang dunia sosial.
Genealogi Neorealisme
Genealogi adalah cara berpikir historis yang menekankan signifikansi hubungan antara ‘power’ dan pengetahuan. Seperti yang dijelaskan oleh Roland Beiker (2000 :25) « genealogi berfokus pada proses yang telah dikonstruksi dari awal dan merepresentasikan keadaan masa lalu, yang secara berkelanjutan menjadi pedoman hidup sehari-hari, dan memberi batasan jelas terhadap pilihan politis dan sosial ». Genealogi dikemukakan oleh Foucalut dalam perkuliahan « College de France « tahun 1975 yang berjudul ’Society Must Be Defended’. Foucault menganalisis relasi kekuasaan dalam sebuah negara, yang otomatis bersumber dari paham dan kajian realisme. Foucault (1987 :236) menyatakan bahwa tujuan genealogi « systemic dissociation of identity ». Dua dimensi yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut, yaitu : tingkat ontologis  untuk menghindari penyebab substitusi terhadap akibat (metalepsis) dan tujuan etika-politis dalam men’dilematis’asikan masalah pembentukan identitas negara (secara natural atau buatan). Genealogi yang ditujukan pada neorealisme ialah bias kaum strukturalis secara teoritis. Struktur anarkis sistem internasional menghadapkan aktor-aktor individual sebagai realitas material yang given, tidak dapat dirubah, hanya adaptasi pilihannya.
Dekonstruksi diplomasi
Secara etimologis, definisi mengenai dekonstruksi tidak jauh berbeda dengan genealogi, yang sama-sama menjadi pisau bedah dalam mengkritisi sebuah fenomena yang dibenarkan secara umum. Namun, retorika dekonstruksi lebih mendalam dan menitikberatkan pada kata tanya »mengapa ». Dekonstruksi merupakan konsep umum yang secara radikal mengandung oposisi biner. Jacques Derrida mengatakan bahwa oposisi konseptual tidak pernah netral, namun lebih bersifat hierarkhis. Dekonstruksi juga menekankan konsep konstitusi dan dekonstitusi dari setiap totalitas (keseluruhan sistem) terlepas dari bentuknya teks, teori, diskursus, struktur, ataupun institusi. Berbicara tentang diplomasi, seringkali terkonstruksi bahwa pertemuan dan hubungan diplomatik diidentikkan dengan formalitas kaum elit (statemen), yang secara teknis berjas rapi, membentuk suatu forum yang resmi, dan berbicara secara baku. Hal konvensional inilah yang didekontruksi oleh kaum posmodernis. Mereka yakin ada oposisi tersembunyi di balik elemen formal diplomasi, yang sebenarnya tidak terpaku pada aktor-aktor negara. Mengapa diplomat berdiplomasi dan bernegosiasi dengan pakain rapi, duduk di meja-kursi tinggi, berkomunikasi secara baku dan kaku ?
Inter tekstual dalam studi hubungan internasional
Membahas mengenai tekstual, Der Derian (1989 :6) mengemukakan bahwa posmodernisme mengekpos ‘textual interplay behind power politics’. Tekstualitas ialah konsep khas dalam posmodernisme. Di dalam buku Of Grammatology (1974), Derrida meredefinisi teks yang sebenarnya berimplikasi pada keadaan dunia. Dia bahkan yakin akan keberadaan dunia nyata sebagai teks, mencantumkan pengalaman interpretatif. Tekstual ‘interplay’ dianggap sebagai pelengkap dan relasi konstitutif yang secara timbal balik menimbulkan adanya interaksi antar perbedaan interpretasi di dunia. Untuk mengujinya, digunakanlah strategi dekonstruktif dan pembacaan ganda. Tekstual yang berinteraksi secara dinamis mampu menghasilkan inter-tekstual di mana kajian hubungan internasional lebih dipandang sebagai studi multi perspektif. Semakin variatif pendekatan yang dipakai, semakin kompleks pula analisis yang dikontribusikan ke dalam diskursus hubungan internasional. Walaupun bersifat alternatif, teori posmodern perlu dipertimbangkan sebagai analisis kritis dan emansipatoris dalam menanggapi isu yang dihasilkan dari teori tradisional tersebut. Contohnya saja, pandangan inter subyektif dari setiap manusia tentang pemanasan global. Pada umumnya, komunitas internasional percaya bahwa fenomena pemansan global merupakan dampak keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya yang ada. Padahal, justifikasi tersebut belum pasti mutlak secara alamiah, posmodernis menganggap bahwa dampak pemanasan global diciptakan dari maksud-maksud terselubung dari ‘propaganda’ kaum elite politik.

Anti positivisme
Sesuatu yang berkaitan dengan ‘anti’, berarti mennunjukkan adanya antitesis terhadap prefiks tertentu. Sederhananya, anti memberikan makna tentang adanya perlawanan, penolakan, atau pertentangan terhadap sesuatu. Posmodernisme termasuk kategori anti-positivisme, yang artinya menolak asumsi-asumsi dasar positivis. Positivis selalu menekankan rasionalitas, menunjukkan adanya obyektivitas interpretasi, dan netral atau bebas nilai. Sementara anti-positivis berarti menunjukkan kebalikan dari pemahaman tersebut, yang memiliki postulat nihilisme (menolak nilai kemungkinan dalam pengetahuan). Posmodernisme dapat dikatakan anti-postivistik karena mempunyai pemurunan ego akademis dan pemikiran skeptis terhadap suatu fenomena. Logika yang ada tidak serta merta ditujukan pada suatu kebenaran mutlak yang memang terjadi secara alamiah, tetapi lebih kepada analisis kritis yang membedah preposisi umum.
Ontologi Posmodernisme
Definisi dari ontologi ialah obyek atau sasaran yang ingin dicapai atau dibentuk dari pemikiran teoritisi tertentu. Secara logis, ontologi termasuk dalam kajian metodologis yang nantinya berpengaruh pada epistemologis dan aksiologis. Landasan ontologis ini telah menjadi kekuatan utama dari paham posmodernisme. Adanya pemikiran subyektif dari manusia yang berakhir pada pemahaman inter subyektif mampu mendasari karakteristik utama kaum posmodernis yang memegang prinsip : dekonstruktif, genealogi, anti positivisme, ataupun tekstual. Hal tersebut jelas terkandung dalam ontologi posmodern itu sendiri. Namun, perkembangan posmodernisme tidak berhasil dalam membentuk landasan aksiologis karena sifatnya yang menjurus anti-finalitas (nihilisme). Oleh karena itu, nihilisme juga dipandang sebagai titik kelemahan posmodernisme yang bermakna negativisme bagi dirinya sendiri. Akibat yang ditimbulkan nantinya, posmodernisme dapat menjadi terasing dari dunia sosial dan politik yang semakin bersifat eksklusif.


REFERENSI :

Buku
Devetak, Richard. 2005. Theory of International Relations : Postmodernism. 3rd edition. New York : Plagave Camillan. Pp 163

Lyotard, Jean-Francois. 1984. Metanaratif, hal xxiv

Sorensen, Georg dan Robert Jackson. 2005.Pengantar Studi Hubungan Internasional : Posmodernisme.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Senin, 26 April 2010

SENI DAN SEPAKBOLA

Duapuluh enam tahun lalu, tepatnya 7 Juli 1974 kita teringat pada Belanda dengan Total Football-nya. Saat itu sedang berlangsung final piala dunia antara Belanda versus Jerman. Siapa saja yang merasa waras saat itu pasti memilih menjagokan Belanda yang keluar sebagai juara daripada Jerman. Orang Jerman sendiri jika ditanya tanpa memedulikan rasa nasionalisme pastilah akan menjawab hal serupa.

Belanda di bawah otak Michel dan kaki Johan Cruyff adalah sebuah imaji tentang ritme permainan sepakbola. Bagaimana membuat sebuah pola taktik menyerang tanpa perlu khawatir pertahanan menjadi longgar, bahkan sebaliknya, macam apa rasanya memiliki maestro secerdas Cruyff, seperti apa jalannya menyajikan sebuah tontonan atraktif yang mampu membuat lawan dan penonton terkagum-kagum, adalah sederet pertanyaan yang telah tuntas dijawab oleh Belanda. Satu-satunya pertanyaan yang saat itu belum dijawab Belanda adalah: mampu memberikan (gelar) apa Total Football bagi sebuah bangsa bernama Belanda?

Malam itu sebuah jawaban dikeluarkan oleh sang maestro, ketika dua gol dari Paul Breitner dan Gerd Muller memangkas sebiji gol Johan Neskens: "Keindahan akan selalu dikenang, bahkan melebihi kemenangan."

Ya, Belanda kalah 2-1 dari Jerman dan dunia berkata "tidak adil!" Sepanjang turnamen, Belanda yang bermain luar biasa, pun ketika menghadapi Jerman, ternyata harus kalah oleh Jerman yang bermain sangat hati-hati dan cenderung tidak menikmati permainan.

Henk Spaan, pengamat sepakbola terkenal asal Belanda mengatakan bahwa apa yang dikatakan Cruyff setelah kekalahan tersebut adalah sebuah "rasionalisasi atas kekalahan". Selepas kekalahan itu banyak orang mulai menikmati sepakbola tidak melulu dengan menang atau kalah, tetapi lebih cenderung sebagai sebuah seni permainan yang mengutamakan skill ketimbang hasil. Dan sejak saat Cruyff mengeluarkan pernyataan yang sampai sekarang masih diyakininya itu, Belanda mulai menjejaki dunia sepakbola dengan sebuah doktrin: keindahan dan permainan menyerang.

Tetapi, tak banyak orang sependapat tentunya. Terlebih bila pertanyaan apakah "keindahan lebih suci ketimbang kemenangan" ditanyakan kepada para penganut pragmatisme sepakbola macam Fabio Capello atau Jose Mourinho, jawabannya sudah kadung tentu kita tahu: "Tidak!" Kita masih ingat bagaimana "pragmatikrasi" dalam sepakbola ini telah banyak membabat keindahan seni dalam sepakbola. Selain Jerman di Piala Dunia 1974, AC Milan pada Piala Champion 1994 dengan Capello juga melakukan hal yang sama. Milan, yang pada malam puncak Piala Champion saat itu bertemu "Dream Team" Barcelona, di atas kertas dan lewat prediksi seorang profesor bidang sepakbola sekalipun sudah divonis akan kalah, melumat habis Barcelona empat gol tanpa balas. Lalu yang paling teraktual adalah Internazionale Milan, yang pada Rabu 20 April 2009 kemarin sukses menghempaskan Barcelona, sang juara bertahan, dengan skor cukup meyakinkan 3-1.

Pada pertandingan itu Mourinho seakan menjelma menjadi Helenio Herrera, sang arsitek pencetus ide bombastis yang kita kenal dengan sebutan Catenaccio. Pertahanan yang begitu kekar dan tangguh, lini tengah yang padat dan barisan penyerang cerdik juga tangkas, menjadikan Inter malam itu seperti sebuah taifun yang menggulung habis sebuah ladang peternakan domba bernama Barcelona. Kekalahan pada pertandingan fase grup dari Bercelona sebelumnya seperti tak berbekas. Inter layak menang, terlepas dari kepemimpinan wasit yang ditenggarai sebagai biang keladi kekalahan Barcelona . Lalu ramai-ramai orang mengatakan bahwa malam itu adalah kemenangan "seni bertahan".

Sebenarnya apa yang "indah" dan layak dikatakan sebagai "seni"?

Saya ingat Stockhausen, seorang komponis Jerman terkenal, yang tak lama setelah tragedi WTC berujar: "Itulah karya seni terbesar untuk seluruh kosmos." Sejak mengeluarkan pernyataan tersebut ia pun dikecam, karena dianggap melecehkan perasaan keluarga korban dan rakyat Amerika Serikat. Salahkah Stockhausen, bila kita ingat bahwa pada tahun 1911 pelukis Marcel Duchamp pernah mengikutsertakan sebuah sentoran kencing ke dalam sebuah pameran seni rupa di New York ? Sekali lagi, manakah yang bukan "seni" dan layak disebut "seni"?

Diakui atau tidak, ada semacam sebuah otoritas yang begitu punya kuasa dalam penentuan sebuah karya seni. Sebuah karya seni ditopang oleh beberapa hal berikut: institusi dan geografi yang "tepat" dan sebuah fatwa. Katakanlah sebuah kanvas polos berwarna putih yang diletakkan dalam sebuah galeri kesenian ternama yang dipenuhi oleh para mahasiswa jurusan seni, kritikus seni dan seorang kurator johari, yang kompak menyebut bahwa kanvas tersebut mempunyai potensi untuk menyentuh hati tentang "permenungan", "ketiadaan", atau sesuatu yang melambangkan "kesendirian".

Ini menunjukkan ada sebuah institusi di sana (mahasiswa seni, kritikus dan kurator). Ada posisi geografis yang tepat (galeri ternama) dan terdapat fatwa: bahwa kanvas kosong tersebut berpotensi menimbulkan sebuah kesan di hati tiap orang yang melihat. Dengan kata lain, selama sebuah otoritas membaptiskan sesuatu sebagai "seni", maka semua hal dapat dikeramatkan dan masuk dalam wacana kesenian. Begitu sajakah?

Dalam dasar-dasar logika, ada dua buah macam pembenaran yang dipakai untuk menakar persoalan-persoalan dilematis seperti di atas: pembenaran "ontologis" dan pembenaran "epistemologis". Dalam kasus karya seni tadi, pembenaran ontologisnya adalah: "Karena X ada di Tate Moderen, maka X adalah sebuah karya seni." Sedangkan pembenaran epistemologisnya adalah: " Karena X adalah sebuah karya seni, maka X ada di Tate Moderen."

Pembenaran ontologis menganggap bahwa segala macam benda yang dipajang di Tate Moderen adalah sebuah karya seni, sekalipun seonggok daging penuh ulat. Sebaliknya, pembenaran epistomologis masih menyediakan ruang dialog untuk mempersoalkan apakah X merupakan atau kayak disebut karya seni. Sebuah sikap keterbukaan, pertanyaan dan sikap kritis -- termasuk kepada diri sendiri -- memang menjadi semangat utama dalam pembenaran epistemologis. Ini yang tak terdapat sekaligus membedakan dalam pembenaran ontologis.

Sepertinya diperlukan sebuah ruang dialog seperti itulah ketika banyak orang cenderung menganggap Total Football adalah sebuah "seni" dalam permainan sepakbola, sedangkan pragmatisme sepakbola yang mengusung prinsip Catenaccio cenderung haram untuk masuk dalam kategori berkesenian di sepakbola. Ruang dialog seperti ini pula yang sekiranya diperlukan bila Anda ingin percaya bahwa kini saatnya sepakbola bertahan yang menjadi "seni" permainan dalam sepakbola. Terlepas Anda memerlukan ruang dialog itu atau tidak, anda tetap punya otoritas tersendiri untuk memilih.

Sabtu, 03 April 2010

KOMUNIKASI INTERNASIONAL

Pengertian
Komunikasi Internasional (International Communication) adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang mewakili suatu negara --untuk menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan kepentingan negaranya—kepada komunikan yang mewakili negara lain.
Sebagai sebuah bidang kajian, Komunikasi Internasional memfokuskan perhatian pada keseluruhan proses melalui mana data dan informasi mengalir melalui batas-batas negara. Subjek yang ditelaah bukanlah sekedar arus itu sendiri, melainkan juga struktur arus yang terbentuk, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, sarana yang digunakan, efek yang ditimbulkan, serta motivasi yang mendasarinya.
Dilihat dari pelakunya, komunikasi internasional dapat dipandang sebagai terbagi antara:
1. Official Transaction, yakni kegiatan komunikasi yang dijalankan pemerintah.
2. Unofficial Transaction atau disebut juga interaksi transnasional, yakni kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak non-pemerintah.
Pemerintah, sebagai salah satu pelaku utama komunikasi internasional, menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh terhadap posisi negara yang diwakilinya dalam percaturan politik internasional. Pemerintah dapat menjalankan langkah-langkah yang berefek politik langsung, seperti: diplomasi dan propaganda; ataupun langkah yang berdampak tidak langsung, seperti: mempromosikan pendidikan internasional.
Kegiatan komunikasi internasional bisa berlangsung antara people to people ataupun goverment to government. Markham (1970) menyatakan, unit primer yang diamati dalam komunikasi internasional adalah interaksi antara dua negara atau lebih yang sifatnya Mass Mediated Communication.
Tegasnya, komunikasi internasional juga adalah studi tentang berbagai macam Mass Mediated Communication antara dua negara atau lebih yang berbeda latar belakang budaya. Perbedaan latar belakang tersebut dapat berupa perbedaan ideologi, budaya, perkembangan ekonomi, dan perbedaan bahasa.

Kriteria Komunikasi Internasional
Ada tiga kriteria yang membedakan komunikasi internasional dengan bentuk komuniksai lainnya:
1. Jenis isu, pesannya bersifat global.
2. Komunikator dan komunikannya berbeda kebangsaan.
3. Saluran media yang digunakan bersifat internasional.
Dengan kriteria demikian, komunikasi internasional dapat didefinisikan pula sebagai “sebuah komunikasi yang interaksi dan ruang lingkupnya bersifat lintas negara serta berlangsung di antara orang-orang yang berbeda kebangsaan dan memiliki jangkauan penyampaian pesan melintasi batas-batas wilayah suatu negara”.

Fokus Studi
Fokus studi komunikasi internasional pada awalnya adalah studi tentang arus informasi antar negara-negara dan dalam perkembangannya muncul studi tentang propaganda.
Adanya perubahan paradigma komunikasi internasional dari Free Flow Information manjadi Free and Flow Information menyebabkan mulai berkembangnya fokus studi komunikasi internasional antara lain studi tentang imperialisme media, globalisasi, privatisasi, era informasi.
Sejalan dengan berubahnya paradigma arus komunikasi internasional mulai muncul juga Global Communication Order atau yang kita kenal dengan “tata komunikasi dan informasi dunia baru”. Munculnya wacana ini dipicu dari bermunculannya pemimpin-pemimpin dunia ketiga yang mulai menyadari bahwa paradigma komunikasi internasional Free Flow Information ternyata bukanlah arus informasi bebas yang seimbang. Pada kenyataanya arus informasi bebas lebih berkembang menjadi arus utara ke selatan dan barat ke timur tetapi tidak ada arus informasi yang seimbang dari timur ke barat atau dari selatan ke utara.
Fenomena kontemporer mengenai komunikasi internasional yang dapat diamati saat ini, adalah bagaimana hubungan antarnegara kini semakin dinamis dengan perkembangan teknologi informasi. Banyak masalah antarnegara yang dibahas dalam bingkai komunikasi internasional, yang tidak melulu masalah politik dan keamanan. Masalah-masalah lingkungan hidup, kesejahteraan, kini juga menjadi masalah bersama di antara banyak negara. Bahkan terkadang terdapat satu masalah yang dibahas secara global oleh masyarakat dalam dialog global civil society, semisal masalah terorisme. Masalah ini bukan lagi notabene masalah pemerintah atau negara saja, tetapi telah menjadi masalah masyarakat.
Fungsi Komunikasi Internasional
1. Mendinamisasikan hubungan internasioanl yang terjalin antara dua negara atau lebih serta hubungan di berbagai bidang antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda negara/kebangsaan.
2. Membantu/menunjang upaya-upaya pencapaian tujuan hubungan internasioanl dengan meningkatkan kerjasama internasional serta menghindari terjadinya konflik atau kesalahpahaman baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antar penduduk .
3. Merupakan teknik untuk mendukung pelaksanaan politik luar negeri bagi masing-masing negara untuk memperjuangkan pencapaian kepentingan di negara lain. (brawijaya.ac.id).

Ruang Lingkup
Komunikasi internasional dapat dipelajari dari tiga perspektif: diplomatik, jurnalistik, dan propagandistik.
1. Perspektif Diplomatik.
Lazim dilakukan secara interpersonal atau kelompok kecil (small group) lewat jalur diplomatik; komunikasi langsung antara pejabat tinggi negara untuk bekerjasama atau menyelesaikan konflik, memelihara hubungan bilateral atau multilateral, memperkuat posisi tawar, ataupun meningkatkan reputasi. Dilakukan pada konferensi pers, pertemuan politik, atau jamuan makan malam.
2. Perspektif Jurnalistik.
Dilakukan melalui saluran media massa. Karena arus informasi didominasi negara maju, ada penilaian komunikasi internasional dalam perspektif ini didominasi negara maju, juga dijadikan negara maju sebagai alat kontrol terhadap kekuatan sosial yang dikendalikan kekuatan politik dalam percaturan politik internasional. Penguasa arus informasi menjadi gatekeeper yang mengontrol arus komunikasi. Jalur jurnalistik ini jug sering digunakan untuk tujuan propaganda dengan tujuan mengubah kebijakan dan kepentingan suatu negara atau memperlemah posisi negara lawan.
2. Perspektif Propaganda.
Umumnya dilakukan melalui media massa, ditujukan untuk menanamkan gagasan ke dalam benak masyarakat negara lain dan dipacu sedemikian kuat agar mempengaruhi pemikiran, perasaan, serta tindakan; perolehan atau perluasan dukungan, pertajam atau pengubahan sikap dan cara pandang terhadap suatu gagasan atau peristiwa atau kebijakan luar negeri tertentu. Propaganda merupakan instrumen terampuh untuk memberikan pengaruh.
Akibat komunikasi internasional dalam perspektif propaganda ini, masyarakat internasional saat ini hidup dengan travail détente, juga “perang suci” (George N. Gordon, pakar komunikasi internasional).*
Referensi:
1. Deddy Djamaluddin Malik dkk. [ed). 1993. Komunikasi Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2. Komunikasi Internasional, www.brawijaya.ac.id.
3. Ingrid Volkmer, International Communication Theory in Transition: Parameters of the New Global Public Sphere, www.web.mit.edu. (www.romeltea.com).*

Kamis, 04 Maret 2010

for Minangkabau angels

This song is loosely based on my experiences in Sumatra, and is meant to be impressionistic rather than about actual events.

Minang culture is unusual in the Muslim world in being a matrilineal society, so the women tend to be very powerful. It seems to be a moderate form of Islam, where the emphasis is on resolving conflict through negotiation rather than confrontation.

There are obviously cultural inaccuracies in the song and, if I get too much criticism, I might do a rewrite. For example, I had a great time with Karo people (around Berastagi) and no doubt some of that has got mixed in with the very different Minangkabau experience. And, of course, some people I met in West Sumatra would have been immigrants from other parts of Indonesia.

This song special 4 my imagine angel "Fitri Sadri"
quoted from Rijal

Well I wandered from Medan to Berastagi,
Where Wisma Sibayak was pleasant to see,
Then Bukit Lawang, Samosir and the town of Prapat
But the land I loved most was Sumatera Barat.
There was Wista and Rika,
Sardia and my lovely Fitri Sadri (where are U????).
My Minangkabau angels were so good to me.
In my dreams I'll come see you in Bukittinggi.

You showed me the rice kept in the little rangkiang
And the buffalo horn roof of the rumah gadang.
You showed me Singgalang and Mount Merapi
And the pleasures of wandering Bukittinggi
There was Wista and sardia. and specially for "Fitri Sadri"
My Minangkabau angels were so good to me.
In my dreams I'll come see you in Bukittinggi.

We stopped at a warung for nasi padang --
Crispy belut, sayur and rendang.
We ate with our fingers the traditional way --
If you do, the food tastes even better, they say.
With voices like angels you've danced and you've sung
And you taught me to sing "Takana Jo Kampuang."
My Minangkabau angels were so good to me.
In my dreams I'll come see you in Bukittinggi.

We wandered the pathways of Minangkabau land
And through the big canyon we walked hand in hand.
We carried our shoes, wading over the streams.
Oh, Minangkabau angels, I'll see you again in my dreams.