POSMODERNISME
060910101043
Rijalul Akmal
Sadar atau tidak sadar, judul yang tertera di atas mencerminkan arti konkrit dari posmodernisme itu sendiri. Pada umumnya, posmodernisme tidak mengikuti aturan atau kaidah konvensional yang cenderung bersifat baku atau tradisional. Ketika belajar tentang posmodernisme, pasti tak lepas dari beberapa istilah unik, seperti : genealogi, dekonstruksi, tekstual, dsb. Sebagai salah satu turunan atau keterkaitan dengan teori kritis, posmodernisme memberikan nuansa baru dalam mengkaji suatu fenomena dunia. Secara kontekstual, istilah pos yang terlekat dalam posmodernisme menggambarkan adanya penjabaran dan pembedahan dekonstruktif dari apa yang selama ini diyakini banyak orang (common sense). Jika modernisme cenderung mengakui keberadaan manusia secara menyeluruh (baik dari pengetahuan maupun nonakademis), era posmodern justru menkritisi secara tajam pemikiran manusia yang selama ini diyakini kebenarannya (adanya kebenaran relatif). Untuk mengetahui posmodernisme lebih lanjut, ada 6 poin yang akan dijelaskan secara komprehensif, yaitu : gambaran sungkat posmodernisme, genealogi neorealisme, dekonstruksi diplomasi, inter-tekstual hubungan internasional, posmodernisme sebagai anti positivisme, dan landasan ontologis posmodernisme.
Overview Posmodernisme
Posmodernisme terlahir dari beberapa teoritisi sosial yang sebenarnya masih berhubungan dekat dengan teori-teori kritis. Jika teori kritis mendapat sumbangsih dari kelompok filsuf Jerman yang bernama Frankfurt, posmodernisme banyak bersumber dari filsuf Perancis pasca perang yan gmenentang eksistensialisme yang dominan. Beberapa tokoh terkenal yang mempopulerkan posmodernisme adalah Michel Foucault (1926- 1984), Jacques Derrida (1930), Jean-Francois Lyotard, dan Jean Baudrillard. Sebelum menjelaskan posmodernisme, berikut perbedaan mendasar mengenai modern dan posmodern :
Contrast of Modern and Postmodern Thinking
Modern Postmodern
Reasoning From foundation upwards Multiple factors of multiple levels of reasoning. Web-oriented.
Science Universal Optimism Realism of Limitations
Part/Whole Parts comprise the whole The whole is more than the parts
God Acts by violating "natural" laws" or by "immanence" in everything that is Top-Down causation
Language Referential Meaning in social context through usage
Posmodernisme mulai masuk ke dalam kajian studi hubungan internasional pada tahun 1980. Teoritisi posmodern terkemuka di HI bernama Richard Ashley dan Robert B.J Walker. Upaya yang dilaikuakan oleh kaum posmodernis ialah : membuat ilmuwan sadar atas penjara konseptualnya (penjara konseptual bersumber dari modernitas itu sendiri, yang berusaha membawa kemajuan dan kehidupan lebih baik), membuang keraguan dalam kepercayaan modern bahwa ada pengetahuan obyektif atas fenomena sosial. Posmodern juga dijelaskan sebagai ‘ketidakpercayaan menuju metanaratif’. Metanaratif berarti pemikiran seperti neorealisme atau neoliberalisme yang menyatakan telah menemukan kebenaran tentang dunia sosial.
Genealogi Neorealisme
Genealogi adalah cara berpikir historis yang menekankan signifikansi hubungan antara ‘power’ dan pengetahuan. Seperti yang dijelaskan oleh Roland Beiker (2000 :25) « genealogi berfokus pada proses yang telah dikonstruksi dari awal dan merepresentasikan keadaan masa lalu, yang secara berkelanjutan menjadi pedoman hidup sehari-hari, dan memberi batasan jelas terhadap pilihan politis dan sosial ». Genealogi dikemukakan oleh Foucalut dalam perkuliahan « College de France « tahun 1975 yang berjudul ’Society Must Be Defended’. Foucault menganalisis relasi kekuasaan dalam sebuah negara, yang otomatis bersumber dari paham dan kajian realisme. Foucault (1987 :236) menyatakan bahwa tujuan genealogi « systemic dissociation of identity ». Dua dimensi yang digunakan dalam mencapai tujuan tersebut, yaitu : tingkat ontologis untuk menghindari penyebab substitusi terhadap akibat (metalepsis) dan tujuan etika-politis dalam men’dilematis’asikan masalah pembentukan identitas negara (secara natural atau buatan). Genealogi yang ditujukan pada neorealisme ialah bias kaum strukturalis secara teoritis. Struktur anarkis sistem internasional menghadapkan aktor-aktor individual sebagai realitas material yang given, tidak dapat dirubah, hanya adaptasi pilihannya.
Dekonstruksi diplomasi
Secara etimologis, definisi mengenai dekonstruksi tidak jauh berbeda dengan genealogi, yang sama-sama menjadi pisau bedah dalam mengkritisi sebuah fenomena yang dibenarkan secara umum. Namun, retorika dekonstruksi lebih mendalam dan menitikberatkan pada kata tanya »mengapa ». Dekonstruksi merupakan konsep umum yang secara radikal mengandung oposisi biner. Jacques Derrida mengatakan bahwa oposisi konseptual tidak pernah netral, namun lebih bersifat hierarkhis. Dekonstruksi juga menekankan konsep konstitusi dan dekonstitusi dari setiap totalitas (keseluruhan sistem) terlepas dari bentuknya teks, teori, diskursus, struktur, ataupun institusi. Berbicara tentang diplomasi, seringkali terkonstruksi bahwa pertemuan dan hubungan diplomatik diidentikkan dengan formalitas kaum elit (statemen), yang secara teknis berjas rapi, membentuk suatu forum yang resmi, dan berbicara secara baku. Hal konvensional inilah yang didekontruksi oleh kaum posmodernis. Mereka yakin ada oposisi tersembunyi di balik elemen formal diplomasi, yang sebenarnya tidak terpaku pada aktor-aktor negara. Mengapa diplomat berdiplomasi dan bernegosiasi dengan pakain rapi, duduk di meja-kursi tinggi, berkomunikasi secara baku dan kaku ?
Inter tekstual dalam studi hubungan internasional
Membahas mengenai tekstual, Der Derian (1989 :6) mengemukakan bahwa posmodernisme mengekpos ‘textual interplay behind power politics’. Tekstualitas ialah konsep khas dalam posmodernisme. Di dalam buku Of Grammatology (1974), Derrida meredefinisi teks yang sebenarnya berimplikasi pada keadaan dunia. Dia bahkan yakin akan keberadaan dunia nyata sebagai teks, mencantumkan pengalaman interpretatif. Tekstual ‘interplay’ dianggap sebagai pelengkap dan relasi konstitutif yang secara timbal balik menimbulkan adanya interaksi antar perbedaan interpretasi di dunia. Untuk mengujinya, digunakanlah strategi dekonstruktif dan pembacaan ganda. Tekstual yang berinteraksi secara dinamis mampu menghasilkan inter-tekstual di mana kajian hubungan internasional lebih dipandang sebagai studi multi perspektif. Semakin variatif pendekatan yang dipakai, semakin kompleks pula analisis yang dikontribusikan ke dalam diskursus hubungan internasional. Walaupun bersifat alternatif, teori posmodern perlu dipertimbangkan sebagai analisis kritis dan emansipatoris dalam menanggapi isu yang dihasilkan dari teori tradisional tersebut. Contohnya saja, pandangan inter subyektif dari setiap manusia tentang pemanasan global. Pada umumnya, komunitas internasional percaya bahwa fenomena pemansan global merupakan dampak keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumber daya yang ada. Padahal, justifikasi tersebut belum pasti mutlak secara alamiah, posmodernis menganggap bahwa dampak pemanasan global diciptakan dari maksud-maksud terselubung dari ‘propaganda’ kaum elite politik.
Anti positivisme
Sesuatu yang berkaitan dengan ‘anti’, berarti mennunjukkan adanya antitesis terhadap prefiks tertentu. Sederhananya, anti memberikan makna tentang adanya perlawanan, penolakan, atau pertentangan terhadap sesuatu. Posmodernisme termasuk kategori anti-positivisme, yang artinya menolak asumsi-asumsi dasar positivis. Positivis selalu menekankan rasionalitas, menunjukkan adanya obyektivitas interpretasi, dan netral atau bebas nilai. Sementara anti-positivis berarti menunjukkan kebalikan dari pemahaman tersebut, yang memiliki postulat nihilisme (menolak nilai kemungkinan dalam pengetahuan). Posmodernisme dapat dikatakan anti-postivistik karena mempunyai pemurunan ego akademis dan pemikiran skeptis terhadap suatu fenomena. Logika yang ada tidak serta merta ditujukan pada suatu kebenaran mutlak yang memang terjadi secara alamiah, tetapi lebih kepada analisis kritis yang membedah preposisi umum.
Ontologi Posmodernisme
Definisi dari ontologi ialah obyek atau sasaran yang ingin dicapai atau dibentuk dari pemikiran teoritisi tertentu. Secara logis, ontologi termasuk dalam kajian metodologis yang nantinya berpengaruh pada epistemologis dan aksiologis. Landasan ontologis ini telah menjadi kekuatan utama dari paham posmodernisme. Adanya pemikiran subyektif dari manusia yang berakhir pada pemahaman inter subyektif mampu mendasari karakteristik utama kaum posmodernis yang memegang prinsip : dekonstruktif, genealogi, anti positivisme, ataupun tekstual. Hal tersebut jelas terkandung dalam ontologi posmodern itu sendiri. Namun, perkembangan posmodernisme tidak berhasil dalam membentuk landasan aksiologis karena sifatnya yang menjurus anti-finalitas (nihilisme). Oleh karena itu, nihilisme juga dipandang sebagai titik kelemahan posmodernisme yang bermakna negativisme bagi dirinya sendiri. Akibat yang ditimbulkan nantinya, posmodernisme dapat menjadi terasing dari dunia sosial dan politik yang semakin bersifat eksklusif.
REFERENSI :
Buku
Devetak, Richard. 2005. Theory of International Relations : Postmodernism. 3rd edition. New York : Plagave Camillan. Pp 163
Lyotard, Jean-Francois. 1984. Metanaratif, hal xxiv
Sorensen, Georg dan Robert Jackson. 2005.Pengantar Studi Hubungan Internasional : Posmodernisme.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Selasa, 11 Mei 2010
Langganan:
Postingan (Atom)